Fitnah Seputar Anggaran Frankfurt Book Fair 2015

Justru Anies Baswedan dan Komite Nasional Frankfurt Book Fair berhasil menghemat pengeluaran dari rencana awal dan seluruh laporan Frankfurt Book Fair telah diaudit BPK dan dinyatakan baik. Menjadi pertanyaan mengapa isu FBF baru diangkat dan diplintir menjadi fitnah pada masa-masa Pilkada ini?

Frankfurt Book Fair (FBF) adalah pameran buku terbesar di dunia. Tahun 2015 lalu, Indonesia ditunjuk menjadi Guest of Honor (tamu kehormatan). Posisi ini sangat bergengsi di mata dunia. Setiap negara hanya mendapat kesempatan sekali untuk menjadi tamu kehormatan. Penunjukan Indonesia ini dilakukan jauh-jauh hari melalui nominasi yang ketat dan terjadi pada era Kementerian Pendidikan yang dipimpin M. Nuh. MoU antara Direktur FBF dengan Indonesia ditandatangani tahun 2013, pada masa pemerintahan SBY-Boediono. Seiring pergantian kabinet, Anies Baswedan melanjutkan mandat besar ini.



Sebelum acara puncak, Komite Nasional FBF yang diketuai oleh Goenawan Mohamad menyelenggarakan atau mengikuti berbagai pameran pendahuluan. Pameran ini biasanya dimanfaatkan oleh Guest of Honor FBF untuk persiapan dan sosialisasi acara puncak mereka. Kala itu Indonesia ikut tampil di Leipzig, sebuah pameran buku terbesar kedua di Jerman. Komite Nasional FBF menghadirkan pula Ahmad Tohari, memamerkan buku Amba, karya Laksmi Pamuntjak dan menyelenggarakan berbagai pertunjukan budaya. Selain itu, Indonesia juga ikut pameran buku anak-anak di Bologna dan pameran buku di London.

Sebagai tamu kehormatan, Indonesia sangat sibuk. Misalnya memilih dan menerjemahkan buku yang akan dipamerkan, mempersiapkan berbagai pertunjukan serta menyelenggarakan pameran puncak itu sendiri. Acara puncaknya terdiri dari berbagai aspek budaya dari pameran seni instalasi, pameran arsitektur, pertunjukan seni tari, pameran fotografi, demonstrasi kuliner, dan sebagainya. Persiapan dilakukan hampir sepanjang tahun dengan melibatkan ratusan seniman, penulis dan budayawan.

 

Hemat Anggaran

Sebagai gambaran besarnya acara, Indonesia mendapatkan ruang pameran istimewa dengan luas 2500 meter persegi. Menurut Goenawan, biaya untuk sewa paviliun saja bisa menghabiskan dana sebesar Rp.19 miliar.

Awalnya anggaran yang ditentukan Menteri M. Nuh adalah Rp.173,1 miliar. Menteri Anies Baswedan kemudian melakukan revisi dan menghemat anggaran menjadi Rp.131,7 miliar. Bahkan kenyataannya, anggaran yang terpakai lebih hemat, hanya Rp. 114,1 miliar. Artinya Anies dan Komite Nasional FBF berhasil menghemat menjadi 65% dari rencana awal.

Seluruh laporan FBF tersebut telah diaudit BPK dan dinyatakan baik. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, Komite FBF dan Kemdikbud didampingi oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) yang saat itu diketuai oleh Agus Rahardjo. Jadi, tidak ada anggaran yang disalahgunakan. Justru sebaliknya Indonesia bisa menghemat anggaran.

Lalu pertanyaannya, mengapa isu FBF diangkat dan diplintir menjadi fitnah pada masa-masa Pilkada sekarang? Apakah ada yang panik, membabi buta dan main kayu untuk memenangkan pilkada dengan segala cara?