Pak Salim, Telaga di Pinggiran Rel Kereta

Pak Salim dan istrinya percaya bahwa pendidikanlah yang mampu mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik.

Sesukses apapun Salim Abdullah, lulusan salah satu universitas terbaik di Malaysia, tidak membuatnya lupa pada tanah kelahirannya. Salim, begitu sapaan akrabnya, memilih meninggalkan kehidupannya yang sudah mapan untuk kembali ke Kampung Muka, sebuah kampung liar yang diapit gudang dan pertokoan di kawasan Pademangan, Ancol, Jakarta Utara.

Video singkat mengenai perjuangan Pak Salim:


Belum lama melepas rindu pada tanah air, pada tahun 1999 di Kampung Muka terjadi musibah. Ratusan rumah dilanda kebakaran besar. Sekejap saja seluruh Kampung Muka rata dengan tanah. Setelah peristiwa kebakaran itu, Pak Salim dan istrinya bergerak untuk mendedikasikan hidup mereka pada Kampung Muka. Warga Kampung Muka sebagian besar berpendidikan rendah dengan pemahaman agama yang minim. Kondisi sosial di sana sungguh memprihatinkan. Tidak hanya miskin, kampung dengan 1.000 kepala keluarga ini sarat dengan permasalahan pornoaksi, pornografi, narkoba, pelecehan seksual, prostitusi remaja, premanisme dan berbagai masalah kesehatan.


Bakti Untuk Kampung Muka

Menurut Salim, akar permasalahan yang menyebabkan kondisi itu adalah rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi warganya. Bagaimana mungkin mereka yang memiliki pendapatan sangat rendah mampu memikirkan masa depan anak-anak dengan tenang, sementara mereka harus memikirkan apakah hari ini bisa makan.

Meskipun demikian, Salim dan istrinya percaya bahwa pendidikan mampu mengubah nasih seseorang menjadi lebih baik. Salim pun memutuskan membeli sebidang tanah seluas 100m untuk dijadikan gedung sederhana dua lantai. Lantai pertama dimanfaatkan sebagai ruangan taman kanak-kanak dan lantai dua dijadikan laboratorium komputer. Selain itu ada program belajar bahasa inggris untuk anak-anak dan remaja pada hari Sabtu dan Minggu.

Di pagi hari Salim dan istrinya mengajar di TK Uswatun Hasanah, dibantu oleh satu orang guru dan satu staf administrasi. Kemudian di siang hari Salim pulang ke rumahnya untuk menerima warga yang ingin membaca buku atau mewarnai, di taman baca miliknya.

Kegiatan Salim berlanjut mengajar ibu-ibu mengaji selepas ashar hingga malam hari. Saat ini Ibu-Ibu tersebut mampu menggantikan tugas Salim dan istrinya di setiap RT atau di rumahnya masing-masing. Salim juga membangun Baitul Mal Tamwil (BMT), pengelolaan keuangan mikro bagi perempuan Kampung Muka. Tidak sedikit ibu rumah tangga kini dapat membantu perekonomian keluarga dengan berjualan. Baginya perempuan memiliki peranan sangat penting dalam keberhasilan sebuah rumah tangga.

Ketika ditanyakan soal kegiatannya yang padat, Salim malah merasa usaha yang dilakukan masih kurang. Cita-citanya adalah menghapus kesan kumuh, kotor, dan miskin pada kampungnya melalui pendidikan. Kini, banyak anak dan remaja binaannya yang akhirnya bisa lulus perguruan tinggi. Salim yakin bahwa harapan kehidupan baik dimiliki oleh semua orang yang memiliki semangat maju bersama.


Dimana Pemimpin Kami?

Meskipun kondisi Kampung Muka lebih baik setelah kedatangan Salim dan istrinya, tidak adanya campur tangan pemerintah membuat mereka merasakan kesulitan dalam berbagai hal. Beberapa kampus dan lembaga swasta pernah datang untuk memberikan pelatihan. Salim senang ada perhatian yang diberikan ke Kampung Muka meskipun kegiatannya hanya sementara.

Hingga kini, isu penggusuran masih terus membayangi warga Kampung Muka karena status kepemilikan tanah kampung Muka adalah pinjaman dari PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Jika sewaktu-waktu akan dilakukan penggusuran, Salim akan menerima. Tetapi dia dan warga Kampung Muka lainnya berharap pemerintah tidak sekedar memindahkan tempat tetapi juga memberikan solusi yang tepat.

“Kami merasa tidak memiliki pemimpin di kota ini, kami jalan sendiri,” ujar Bu Salim dengan raut sedih.

Delapan belas tahun sudah berlalu sejak Salim pertama kali membina warga Kampung Muka. Ketika ditanya apa yang memotivasinya untuk berjuang selama ini, Salim tersenyum dan mengatakan bahwa ia akan terus membina warga Kamung Muka hingga ajal datang menjemputnya.

Salim adalah contoh seorang penggerak kota yang menginginkan Jakarta lebih manusiawi, bersih dan bahagia warganya. Dia menghendaki pemimpin yang lebih dekat dengan rakyatnya, membuka hati dan pikiran untuk seluruh warganya. Bagi Salim, setiap orang berhak mendapatkan kehidupan lebih baik. Salim setuju bahwa pembangunan sebuah kota harus diimbangi dengan kemajuan warganya.