Anies Baswedan: Jakarta Tidak Dibangun di Atas Tanah Kosong

Sejarah tanah Jakarta sudah ada sejak berabad-abad lalu. Jakarta tidak berdiri di tanah kosong.

Kota-kota besar di seluruh dunia berlomba untuk menggali sejarahnya. Mereka ingin menunjukkan bahwa kota mereka tidak dibangun di atas hamparan tanah kosong. Sejarah kebesaran sebuah bangsa ditelusuri, kemudian dijaga hingga kini.

Tonton klip video Anies Baswedan membicarakan tentang pembangunan jakarta di acara netizen gathering:


“Sebaliknya, kita yang punya banyak aspek sejarah dan kekayaan budaya malah memperlakukan seolah Jakarta dibangun di atas tanah kosong,” kata Anies Baswedan.

Kalau berkeliling Jakarta di era ini, kita melihat semangat membangun yang luar biasa. Jakarta diperlakukan seolah hamparan tanah kosong yang harus diisi dengan bangunan. Hanya sedikit lahan yang kita lestarikan sejarahnya. Padahal Jakarta adalah salah satu tanah yang tertua usianya di Indonesia, setelah Karawang.

Misalnya garis ekonomi tertua di Indonesia, ternyata ada di Jakarta, yaitu di Cililitan, Jatinegara, Matraman, Salemba, hingga Senen. Sekarang garis ini tidak terlihat lagi. Tempat-tempat ini bisa dikembalikan, bukan direstorasi. Kita tunjukkan wajah aktivitas ekonomi abad ke 16 dan 17, misalnya.


Ruang Ekspresi

Jakarta punya kumpulan sejarah yang luar biasa. Kami juga ingin nuansa budaya diekspresikan secara eksplisit dalam penataan kota dan lingkungannya. Mas Anies dan Bang Sandi menginginkan Jakarta yang minim sentuhan warga, jadi tempat di mana warga bisa berekspresi. Tidak seperti sekarang, jenis tanaman di jalan raya saja yang menentukan pemerintah.

“Kita bisa mengajak anak-anak muda untuk membuat karya seni di berbagai tempat. Misalnya di trotoar, pemprov membelikan cat lalu setiap sekolah mendapat bagian melukis atau membuat mural, enam bulan sekali diganti,” kata Mas Anies.

Mas Anies mengusulkan setiap jalan utama di ibukota mempunyai julukan berdasarkan ekspresi seni. Misal jalan Sudirman, diberi julukan jalan modern dengan tema seni yang juga modern.

Kios pedagang kaki lima (PKL) di jalan-jalan tersebut diberikan nuansa seni agar indah. “Kita membutuhkan pedagang kaki lima. Selama mereka tidak mengganggu, kita beri ruang, bukan malah digeser-geser,” sebut Mas Anies.


Kota Teduh

Jakarta bukanlah tempat favorit orang berjalan kaki, terutama di siang hari. Panas menyengat ibukota membuat orang malas berjalan kaki.

“Selama kota ini belum dibuat teduh, enggak akan ada yang mau jalan kaki. Kita bisa meneduhkannya. Buat tanaman rambat sebagai atap di atas trotoar. Bawahnya beri tempat untuk warga. Contohnya ruang main musik, seniman lukis, patung. Jalan jadi ruang ekspresi seni dan budaya,” kata Mas Anies.

Masyarakat Jakarta kreatif luar biasa, tetapi sayangnya tidak diberi ruang untuk ekspresi seni. Kalau mau menemukannya kita harus mendatangi ruang-ruang khusus seperti galeri. Jadi yang diangkat dari Jakarta bukan hanya sejarahnya tetapi juga ruang ekspresinya.